AL-QURAN KULIT KAYU DI KABUPATEN ALOR: WARISAN SEJARAH DAN BUDAYA ISLAM
Di tengah pesona alam dan keragaman budaya Alor, tersimpan sebuah peninggalan
langka yang jarang ditemui di tempat lain: Al-Qur’an tua yang ditulis di atas kulit kayu.
Manuskrip ini bukan hanya kitab suci, tetapi juga jejak perjalanan sejarah masuknya Islam di
wilayah timur Indonesia. Dengan usianya yang telah ratusan tahun, keunikannya tetap memikat
generasi masa kini—sebuah bukti bahwa warisan leluhur dapat bertahan dan relevan di
sepanjang zaman.:
1. Lokasi dan Penjagaan
Al-Qur’an Kulit Kayu kini disimpan di rumah keluarga Nurdin Gogo di Desa Alor
Besar, Kecamatan Alor Barat Laut. Desa pesisir ini masih kental dengan tradisi
Islam dan adat setempat, dikelilingi rumah panggung, masjid tua, serta Rumah Adat
Watang. Keberadaan mushaf bukan hanya warisan keluarga, melainkan juga bagian
penting dari identitas spiritual dan sosial masyarakat Alor Besar.
2. Jejak Sejarah Kedatangan Mushaf
Menurut cerita turun-temurun, Al-Qur’an ini dibawa oleh Iang Gogo, salah satu dari
lima bersaudara keluarga Gogo yang berasal dari Kesultanan Ternate. Pada masa
kejayaan Sultan Baabullah (abad ke-16), mereka berlayar dengan perahu tradisional
bernama Tuma Ninah dan berlabuh di Alor.
- Misi Utama: Menyebarkan ajaran agama Islam dan membuka jalur dagang serta
budaya di kawasan timur Nusantara. - Tokoh Kunci: Iang Gogo beserta keluarganya sebagai pembawa mushaf.
- Makna Historis: Menandai awal masuknya Islam di Alor.
- Nilai Simbolis: Mushaf menjadi saksi bisu migrasi, dakwah, dan perkembangan
peradaban Islam di timur Indonesia.
3. Mushaf Istimewa dengan Media Tak Biasa
Mushaf tua dari Kabupaten Alor bukan sekedar kitab suci, tetapi juga warisan
budaya yang unik dan langka.
- Media Langka: Ditulis di atas kulit kayu, bukan kertas ataupun lontar.
- Ukuran Besar: berukuran ±32 x 21cm, memuat lengkap 30 Juz (114 surah).
- Tinta Alami: Hitam dan merah, masih jelas terbaca meski ratusan tahun.
- Penyimpanan Khusus: Dijaga dalam kotak kayu ukuran 27,5 x 37 x 7,5 cm.
- Kondisi Terjaga: Terdapat sedikit kerusakan kecil, tetapi isi dari mushaf tetap
utuh.
4. Usia Lebih dari Lima Abad
Al-Qur’an Kulit Kayu ini diperkirakan berusia lebih dari 500 tahun, bahkan ada
riwayat yang menyebut usianya mendekati 800 tahun. Sejarawan menilai mushaf ini
tiba di Alor sekitar tahun 1573, seiring masuknya Islam lewat pengaruh Kesultanan
Ternate. Keberadaannya menjadi bukti otentik penyebaran Islam di Alor sekaligus
salah satu manuskrip Islam tertua di Indonesia Timur yang masih terjaga hingga kini.

5. Keajaiban yang Bertahan dalam Waktu
Selain bahan dasarnya yang unik, mushaf ini juga memiliki perjalanan sejarah yang
penuh makna. Salah satu kisah yang paling dikenal adalah peristiwa kebal api pada
tahun 1982, ketika rumah penyimpanan terbakar namun mushaf tetap selamat tanpa
kerusakan.
- Penjaga Turun-temurun: Dirawat oleh keluarga Gogo, kini oleh Nurdin
Gogo (Generasi ke-14/15). - Nilai Sakral: Masyarakat meyakini mushaf memiliki keberkahan dan
perlindungan khusus. - Penolakan Pemindahan: Keluarga Gogo menolak rencana pemerintah untuk
memindahkan mushaf ke museum demi menjaga kesuciannya. - Perawatan Alami: Dijaga dengan cara tradisional tanpa bahan pengawet,
sehingga tetap lestari hingga kini.
6. Pameran dan Publikasi
Meski sehari-hari dijaga di Desa Alor Besar, Al-Qur’an Kulit Kayu pernah
dipamerkan dalam acara besar seperti Festival Legu Gam di Ternate, yang
disambut haru bak “anak pulang kampung”. Publikasi dari media dan lembaga
resmi semakin menegaskan posisinya sebagai warisan budaya-religius penting yang
perlu dijaga, bukan hanya oleh masyarakat Alor, tetapi juga bangsa Indonesia.
7. Waktu Ideal untuk Menikmati Warisan Sakral
a) Saat Festival atau Prosesi “Gala Soro”
- Biasanya diadakan pada Bulan Juni bertepatan dengan kegiatan Visit
Alor/Expo Alor. - Pada momen ini, Al-Qur’an Tua dibawa keluar dari tempat penyimpanan
dan diarak bersama masyarakat. - Suasanya meriah, penuh kekhidmatan, dan menjadi pengalaman budaya
sekaligus spiritual yang sangat berkesan. - Cocok bagi wisatawan yang ingin merasakan atmosfer ritual dan budaya
kolektif.
b) Di Luar Festival (Hari Biasa)
- Al-Qur’an disimpan dengan baik di Masjid Jami’ Alor Besar.
- Wisatawan dapat berkunjung untuk melihat secara langsung mushaf tua ini,
namun biasanya dalam pembatasan tertentu dan harus dengan izin tokoh
agama setempat. - Waktu terbaik adalah saat siang atau sore hari, ketika masjid tidak sedang
digunakan untuk shalat berjamaah, sehingga lebih tenang untuk melihat dan
mendalami sejarahnya.
8. Aksesibilitas dan Kenyamanan Pengunjung
- Lokasi: Al-Qur’an Tua tersimpan di Masjid Jami’ Alor Besar, ± 14 km dari
Kalabahi (30 – 40 menit perjalanan). - Akses: Jalan menuju lokasi cukup baik, dapat ditempuh menggunakan
mobil/mobil pribadi maupun sewaan. - Fasilitas Masjid: Area Parkir, Toilet, Tempat Wudhu.
- Penginapan: Banyak pilihan di Kalabahi (Homestay, Guest House, hingga
Hotel Bintang Tiga). - Transportasi: Ojek, Angkot, Mobil Sewaan, serta layanan Agen Tour Lokal.
- Pemandu Wisata: Tersedia di Kalabahi untuk mendampingi tunjungan.
- Kuliner: Restoran, Warung, dan Pasar Tradisional mudah ditemui di Kalabahi.
9. Agar Kunjungan Anda Lebih Berkesan
- Datang saat Festival Juni atau hari biasa untuk suasana tenang.
- Gunakan pakaian sopan karena berada di masjid.
- Ikuti aturan lokal dan arahan pengelola.
- Sewa pemdandu lokal agar lebih informatif.
- Siapkan transportasi dari Kalabahi.
- Bawa uang tunai secukupnya.
- Jaga sikap dan kebersihan, jangan sentuh mushaf tanpa izin.
Al-Qur’an kulit kayu di Alor bukan hanya milik masyarakat setempat, melainkan juga
bagian dari khazanah budaya bangsa Indonesia. Keberadaannya mengingatkan kita bahwa
sejarah, tradisi, dan spiritualitas dapat berpadu dalam satu peninggalan yang tak ternilai. Dengan
merawat dan menghargai manuskrip ini, kita tidak hanya menjaga sebuah warisan, tetapi juga
merawat identitas dan jati diri bangsa yang kaya akan nilai-nilai luhur.