Menelusuri Asal-usul Tari Kataga: Jejak Sejarah, Gerakan, dan Pesan Maknanya

Apa Itu Tari Kataga?
Tari kataga merupakan tarian perang tradisional yang berasal dari Sumba Barat. Kata “kataga” sendiri berasal dari kata “taga” yang artinya belah kepala atau pancung. Disatukan dengan awalan “ka”, maka kataga memiliki arti ‘mari kita pancung/belah kepalanya’. Sesuai namanya, tari kataga menggambarkan suasana dan kemenangan perang antarsuku. Karena itu, jangan heran jika semua penarinya adalah laki-laki yang membawa properti pedang dan perisai. Dalam pertunjukan tari tersebut, jumlah penari sebenarnya tidak terbatas. Namun, tarian ini umumnya melibatkan sekitar delapan orang atau lebih (bisa mencapai 30 orang). Dari jumlah penari yang ada, mereka kemudian dibagi ke dalam dua kubu sebagai gambaran perang antara dua suku. Tari kataga termasuk tarian yang memiliki nilai historis karena sudah adak sejak zaman dahulu. Keberadaannya pun berdasarkan pada sejarah masyarakat Sumba. Selain dari sisi historis, tari kataga juga memiliki nilai seni yang bisa kamu lihat dan kostum dan gerakan para penari. Sementara itu, untuk nilai filosfisnya, tarian ini melambangkan ketangkasan, kekuatan, dan keberanian dalam menegakkan kebenaran. Masyarakat Sumba hingga kini masih melestarikan kesenian kataga dengan mengikutsertakannya dalam berbagai acara. Sebut saja:

  • Upacara adat
  • Pembangunan rumah
  • Pembentukan atau pendirian kampung baru
  • Pesta pernikahan
  • Festival budaya
  • Acara-acara besar yang menampilkan kataga untuk menyambut para tamu kehormatan

Dengan mempertunjukkannya di berbagai kesempatan, tarian ini bisa dikenal oleh masyarakat luas sekaligus para generasi muda sebagai salah satu dari budaya Sumba.

Asal-usul Tari Kataga
Menurut sejarahnya, tari kataga lahir dari budaya perang di masa lampau, tepatnya di desa peninggalan zaman Megalitikum bernama Anakalang. Pada masa itu, kerap terjadi peperangan antarmarga (kampung dan suku) yang disebut perang tanding. Perang ini terbilang mengerikan karena kerap menyebabkan kekacauan, kericuhan, dan ketakutan di mana-mana. Pada masa itu, pihak pemenang akan memenggal dan membawa pulang kepala musuh yang kalah sebagai simbol kemenangan.

Kepala musuh selanjutnya akan digantung di andung pelataran (pohon di depan rumah). Pohon ini biasanya dipenuhi banyak tengkorak musuh sebagai lambang kekuatan dan kemanangan. Saat ada pihak ketiga yang mengusulkan perjanjian perdamaian antara kedua suku yang berperang, tengkorak kepala musuh bisa diambil oleh keluarga mendiang. Hal ini pun menjadi simbol perdamaian di antara keduanya dan pihak keluarga kemudian akan mengebumikan tengkorak secara adat.

Umumnya, setelah kedua suku berdamai, para prajurit yang terlibat dalam perang tanding biasanya akan memperagakan cara mereka berperang. Mereka akan memperlihatkan bagaimana cara menyerang, menangkis, menghindar dan bahkan memotong kepala musuh. Namun, perang tanding ditiadakan seiring berjalannya waktu. Gerakan perang tersebut lalu dialihkan menjadi gerak tari yang kini dikenal sebagai tari kataga.

Gerakan dan Teknik dalam Tari Kataga
Sebagai tari perang, kataga didominasi oleh gerakan-gerakan yang dilakukan penuh semangat dan membangkitkan antusiasme para penonton. Ada empat gerakan utama yang bisa kamu saksikan saat menonton tari kataga: kataga horung, harama, pitak, dan negu. Kataga horung mengacu pada gerakan maju dengan perhitungan maju satu langkah dan mundur setengah langkah. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menyerang lawan dan mundur untuk bertahan.

Selanjutnya, kataga harama adalah gerakan maju sambil menyerang musuh dan mempertahakan barisan. Kataga pitak berarti gerakan ancang-ancang untuk menyerang. Sementara itu, kataga negu merupakan gerakan menari dengan teriakan atau pekikan. Posisi tubuh sedikit membungkuk sambil mengarahkan pedang ke samping kanan. Penari akan menaikturunkan pedang tersebut sementara tangan kirinya memegang tameng. Selain ketiga gerakan tersebut, para penari juga akan menggerakkan tameng (toda), mengayunkan pedang, lari kecil, dan menepuk perisai saat melakukan formasi berbaris Jika diperhatikan dengan saksama, teknik gerakan tari kataga memiliki kemiripan dengan gerakan olahraga. Misalnya, kataga horung menyerupai gerakan squat dan kataga pitak seperti gerakan lompat tegak.

Dalam pelaksanaannya, tari kataga tak hanya diiringi teriakan dan tepukan perisai para penari. Suara gong dan tambur—dimainkan sekitar 5–6 orang—dengan irama yang cepat juga ikut mengiringi tarian perang ini. Selain itu, tarian juga melibatkan suara gemerincing lonceng yang ada di badan penari serta syair-syair lagu tentang alasan terjadinya perang. Semua unsur ini diselaraskan sedemikian rupa sehingga menghasilkan perpaduan suara yang khas.

Bagaimana Tata Rias dan Busana yang Digunakan dalam Tari Kataga?
Kostum yang digunakan para penari kataga umumnya terbuat dari kain tenun ikat khas Sumba. Ada penari yang bertelanjang dada, tapi ada juga yang mengenakan kaos sebagai atasannya.  Untuk bawahan, penari mengenakan celanda pendek yang kemudian ditutupi kain tenun di pinggang dan ikat pinggang besar berwarna hitam di atasnya. Selain itu, ada juga selendang yang tersampir di satu bahu.

Di bagian kepala, penari akan mengenakan rowa/kapauta, yaitu alas atau ikat kepala dari kain tenun. Kapauta biasanya memiliki berbagai model dan warna, seperti bentuk mengerucut kuning, oranye, dan hitam atau berbagai variasi lainnya. Hal ini biasanya tergantung pada kelompok pentasnya. Untuk kaki tepatnya di bawah lutut, penari mengenakan kaleliwihi. Aksesori melingkar ini terbuat dari rambut kuda dan memiliki beberapa lonceng yang gemerincingnya menjadi pengiring kemeriahan tari kataga. Properti perisainya sendiri biasanya terbuat dari kulit kerbau yang merupakan kerajinan tangan khas dari Sumba.  

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *